Masih
ingatkah dengan karikatur “Rekening Gendut Perwira Polisi” yang dimuat pada
sampul majalah Tempo? Karikatur itu terbit pertengahan tahun lalu, saat sedang
ramai-ramainya kasus Susno Duaji. Secara reaktif, Polri menyatakan
berkeberatan dan tersinggung dengan gambar karikatur tersebut. Yang membuat
Polri tersinggung, konon adalah gambar celengan yang divisualisasikan dengan
gambar babi.
Kasus
karikatur ini kemudian oleh pihak yang berkeberatan dibawa ke pengadilan.
Sampai-sampai Dewan Pers turun tangan untuk melakukan mediasi. Hal yang
menarik, ternyata pihak yang tersinggung menerjemahkan gambar karikatur yang
memang imajinatif itu dengan tafsiran sendiri, seolah-olah persepsi merekalah
yang paling benar.
Padahal,
karikatur sebagai produk seni, tentu saja menghendaki penafsiran yang disertai
persepsi imajinasi dari penikmatnya. Ketika imajinasi sudah turut campur, maka
penikmat karikatur pasti disuguhi sebuah ruang interpretasi yang betul-betul
bebas.
Hal
demikian itu akan menjadi lebih menarik ketika sebuah karikatur dibawa ke ruang
kelas. Sifat karikatur yang menampilkan suatu situasi sedemikian rupa akan
merangsang siswa untuk mendapatkan gagasan sebuah tulisan, khususnya tulisan
argumentasi. Siswa hanya perlu didukung pengetahuan mengenai konteks peristiwa
yang disampaikan dalam karikatur tersebut.
Pemanfaatan
karikatur sebagai media pembelajaran menulis karangan argumentasi lebih
berdasar kepada persamaan tujuan keduanya. Karikatur dan karangan argumentasi,
sama-sama berniat mempengaruhi banyak orang dengan pesan dan kesan yang dimuat
di dalamnya.
Lantas,
bagaimana cara memanfaatkan karikatur ini sebagai media pembelajaran?
Setidaknya, langkah-langkah berikut bisa menjadi jalan untuk memanfaatkan
karikatur tersebut sebagai sebuah media pembelajaran. Untuk permulaan, siswa di
dalam kelas dapat dibagi menjadi beberapa kelompok. Nantinya, setiap kelompok
mendapatkan beberapa potong paragraf (puzzle paragraf) yang harus mereka
susun menjadi satu atau dua wacana. Dari wacana yang ada itu, satu di antaranya
harus merupakan wacana argumentasi.
Selanjutnya,
setiap kelompok akan berlomba menyusun paragraf acak itu menjadi sebuah wacana
yang koheren. Setelah didapati kelompok yang mampu menyusun secara tepat dan
cepat, kelompok tersebut ditugaskan untuk mengidentifikasi jenis wacana yang
mereka susun. Kesimpulan yang mereka ambil haruslah disertai alasan berdasarkan
ciri-ciri macam wacana.
Kegiatan
tadi, selain dimaksudkan untuk mengetahui jenis paragraf dan cara menyusun
paragraf yang koheren, tapi juga bertujuan untuk membangkitkan motivasi siswa
untuk mendapatkan materi selanjutnya.
Beranjak
ke bagian menyusun karangan argumentasi yang dimaksud, dapat dilakukan melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut.
1) Memilih karikatur
jurnalistik dari koran cetak atau online,
2) Mendiskusikan topik
yang terkandung dalam karikatur yang disajikan,
3) Mengaitkan konteks
peristiwa yang termuat dalam karikatur,
4) Mengumpulkan data-data
pendukung dari kliping koran atau internet,
5) Menyusun kerangka
karangan sesuai dengan topik yang dipilih,
6) Mengembangkan kerangka
karangan menjadi karangan argumentasi yang utuh.
Setelah
semua tahapan tersebut dilalui, selanjutnya siswa melakukan silang baca dengan
rekannya. Silang baca ini dimaksudkan untuk tahap penyuntingan terhadap isi,
penggunaan tanda baca, dan kesalahan dalam penulisan.
Melalui metode seperti ini
diharapkan dapat membuat siswa menjadi bagian dari orang-orang yang bisa
memberikan penyikapan terhadap isu-isu yang terjadi di sekelilingnya.
Penyikapan yang muncul adalah penyikapan yang orisinil, yaitu penyikapan yang
disampaikan dengan gaya dan bahasa mereka, bukan bahasa hafalan “di luar
kepala” dari buku-buku teori. Tentunya kita setuju bahwa belajar terbaik
bukanlah hanya sampai cerdas, melainkan juga sampai bijak.
Label: pengajaran
http://adamkoben-adamkoben.blogspot.com/2011/12/karikatur-jurnalistik-sebagai-media.html
http://adamkoben-adamkoben.blogspot.com/2011/12/karikatur-jurnalistik-sebagai-media.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar